Assalamualaikum Sahabat Nisrina
Baitul Hikmah, Mengadabkan Dunia Timur
Dan Barat Dengan Buku
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan terbesar yang pernah dimiliki umat
Islam di Baghdad. Dibangun oleh Khalifah Harun al-Rasyid pada abad IX M
yang kemudian diteruskan oleh puteranya Al- Makmun. Perpustakaan ini tidak
hanya mengoleksi buku, tapi juga berfungsi sebagai universitas yang bertujuan
untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi
terjemahan teks-teks penting.
Peran vitalnya, mampu mendorong aktivitas intelektual hingga kemudian
mengangkat Daulah Abbasiyah menapaki kejayaannya. Perpustakaan ini
dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan semasa zaman kegemilangan
Islam.
Kampanye Penerjemahan
Dalam catatan sejarah, perpustakaan itu mengoleksi sekitar 2 juta jilid
buku. Jumlah yang cukup fantastis pada masa itu. Kegiatan penting dalam Baitul
Hikmah adalah penerjemahan karya-karya asing. Baitul Hikmah pada mulanya hanya
berminat untuk menterjemah hasil kerja orang Parsi,
bermula dari bahasa Pahlavi,
kemudian Syriak dan seterusnya dari bahasa Yunani. Oleh
itu banyak terjemahan dilakukan dalam bidang astrologi, matematik, pertanian, perobatan dan filsafat.
Dalam sejarah peradaban Islam, kekhalifahan Abbasiyah merupakan
kekhalifahan yang banyak melahirkan ilmuan dan menghasilkan temuan-temuan
ilmiah. Faktor utama yang mengangkat era keemasan Abbasiyah salah satunya
adalah penerjemahan buku-buku dan penelitian manuskrip di perpustakaan Baitul
Hikmah.
Puncak aktifitas penerjemahan itu pada masa Khalifah al-Ma’mun. Pada masa
itu, Baitul Hikmah berada di bawah seorang penyajak dan ahli astrologi Sahl
ibn-Harun. Sarjana lain yang dikaitkan dengan perpustakaan
tersebut adalah al-Khawarizmi, al-Kindi, Mohamed Jafar
ibn Musa dan Ahmad ibn
Musa. Hunayn ibn
Ishaq ditugaskan dalam kerja menterjemah oleh Khalifah
dan di antara penerjemah terkenal pada masa itu adalah Thabit ibn
Qurra. Terjemahan pada masa itu sangat bermutu tetapi di
kemudian hari penekanan terhadap terjemahan menurun karena idea baru menjadi
lebih penting.
Thabit ibn Qurra menerjemahkan tulisan-tulisan baik dari bahasa Syiria,
Yunani ke bahasa Arab. Ia menerjemahkan buku-buku Aristoteles, Archimides,
Apollonius, Hero, Ptolomeus dan lain-lain. Selain menerjemhakan, di Baitul
Hikmah ia dibayar khalifah untuk menulis buku-buku sains. Hingga kini
menurut catatan John Freely, delapan puluh manuskrip dari buku-buku Thabit
masih ada, termasuk 30 buku astronomi, 29 buku matematika, 4 buku sejarah, 3
buku mekanika, 3 buku geografi, 2 buku filsafat, 2 buku kedokteran, 2 buku mineralologi,
2 buku tentang music, 1 buku filsafat, 1 buku zoologi dan satu buku tasawwuf.
Buku asli karya Thabit di bidang matematika, fisika, astronomi dan
pengobatan yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin sangat
berpengaruh di Eropa. Roger Bacon memandang Thabit merupakan filsuf paling
handal di Baitul Hikmah. Bukunya bahkan dijadikan acuan oleh Copernicus dalam
teori pengukuran tahun dan hari.
Tokoh penting lainnya dalam gerakan kampanye penerjemahan adalah
Qusta ibn Luqa yang Heliopolis Syiria. Ia dibayar sang Khalifah untuk
menerjemahkan buku-buku berhasa Yunani. Ia beragama Kristen Syria yang fasih
berbahasa Arab dan Yunani. Terjemahannnya terhadap bukuArithmetica karya
Diophantus dinilai vital dalam mempertahankan karya tersebut karena versi aslinya
yang berbahasa Yunani telah hilang. Hasil terjemahan lainnya adalah buku
tentang kedokteran; On Isnomnia, On Sleep and Dreams, On Length and
Shortnes of Life, On the Diversities of the Character of Men.
Menara Ilmu
Setelah proyek penerjemahan dirasa cukup, pemerintahan Abbasiyah kemudian
mempekejakan ilmuan-ilmuan dari berbagai disiplin untuk meriset buku dan hasil
terjemahan. Fungsi Baitul Hikmah bertambah. Ia tidak sekedar sebagai pusat
penerjemahan buku-buku, akan tetapi menjadi lembaga penelitian, observatorium,
tempat melakukan eksperimen sains, tempat berdiskusi pada mahasiswa dan bahkan
menjadi tempat kuliah para mahasiswa dari berbagai penjuru negeri. Ketika
kegiatan ilmiah semakin marak, di Baitul Hikmah dibangun asrama untuk menginap
para mahasiswa dari luar negeri yang belajar di sana.
Para mahasiswa dan akademisi pada masa itu tersedot ke Kota Baghdad. Ini
juga memberi peluang bisnis. Para pedagang, seniman, buruh dari penjuru negeri
memenuhi daerah di sekitar Baitul Hikmah. Para cendekiawan yang datang ke
Baghdad membawa serta ide-ide, ramuan disiplin ilmu dari negeri asalnya,
kemudian dikembangkan di Baitul Hikmah hingga menjadi ilmu yang matang. Kondisi
tradisi inilah yang memicu bangkitnya pencerahan Islam. Baghadad seakan menjadi
menara ilmu sedunia.
Dari sini, terjadi ‘perkawinan’ ilmu pengetahuan. Ilmu para cendekiawan
muslim bertemu dengan ilmu-ilmu dari Yunani. ‘Perkawinan’ ilmu ini tidak pernah
terjadi sebelumnya oleh tradisi Kristen. Ada semacam ketakutan dari para ilmuan
Kristen untuk membaca karya-karya Yunani. Ilmuan Kristen khawatir terpengaruh
oleh filsafat Yunani.
Akan tetapi itu tidak terjadi dalam tradisi para ilmuan Islam. Para ilmuan
Baitul Hikmah mengadapsi (atau Islamisasi) terhadap ilmu-ilmu asing.
Konsep-konsep yang tidak Islami, dibuang dan diganti dengan filosofi Islam.
Hasil karya adaptasi inilah yang kemudian diboyong oleh ilmuan Barat modern
pada abad ke-15 untuk dikembangkan.
Dari hasil kajian yang sangat marak di Baitul Hikmah, khalifah kemudian
mendirikan lembaga penerbitan. Hasil-hasil riset para guru besar dan ulama
dibubukan. Berat bukunya ditimbang dengan emas oleh khalifah kemudian hasilnya
diberikan kepada penulisnya sebagai tanda jasa. Baitul Hikmah yang telah
menjadi pusat studi sedunia itu menurut catatan sejarah tidak kalah
dengan Academia pada masa Yunani kuno.
Sistem
madrasah juga lahir dan matang di Baitul Hikmah. Cikal bakal Madrasah Nizamiyah
–dimana Imam al-Ghazali pernah menjadi guru Besar di situ– berasal dari Baitul
Hikmah. Dari Baitul Hikmah ini lahir pakar ilmu dari berbagai bidang. Di
antaranya; ahli fikih seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan
Imam Ahmad. Dalam bidang teologi dan filsafat di antaranya, al-Kindi, Ibn Sina,
al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Ibn Maskawih dan lain-lain. Sehingga sinar
keilmuannya dikenal oleh para peneliti di barat. Semoga bermanfaat,
Baca Artikel menarik lainnya di -> http://nisrina.co.id/blog/
Nisrina Peduli Wanita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar