Rabu, 09 Maret 2016

Penerjemahan Kitab – Kitab Salaf Untuk Tujuan Dakwah Dan Mencari Penghasilan

Assalamualaikum Sahabat Nisrina
Penerjemahan Kitab – Kitab Salaf Untuk Tujuan Dakwah Dan Mencari Penghasilan

kitab salaf

Soal : Beberapa ikhwah salafiyin di Indonesia menerjemahkan kitab-kitab salaf ke dalam bahasa Indonesia dengan tujuan dakwah dan mencari penghasilan (mata pencaharian). Apakah hal tersebut diperbolehkan?
Jawab :
Boleh, dan bahkan patut disyukuri. Kita berharap agar penerjemah mendapat pahala. Yang terpenting adalah mencari pahala di sisi Allah Ta’ala.
Sebagian orang tidak memahami bahasa arab, bahkan kebanyakannya. Kecuali yang mempelajarinya dan tholibul ‘ilmi, atau yang semisal mereka dari orang-orang yang memiliki wawasan tentang bahasa arab.
Maka keadaan mereka yang seperti ini (tidak paham bahasa arab) bagaimana kalian menyadarkan dan memahamkan (dengan bahasa arab bagi yang tidak memahami bahasa arab) atau mengajari mereka. Justru sering kali sebuah kitab, lebih cepat sampai kepada mereka dibanding kalian, lebih-lebih kitab kecil. Oleh karena itu terjemahkanlah kitab-kitab yang bagus (bermutu) dalam masalah aqidah dan tauhid kemudian disebarkan di kalangan masyarakat baik secara gratis maupun diperjualbelikan, sehingga dibaca dan dipahami.
Maka ini merupakan dakwah di jalan Allah dengan niat ikhlas dalam mencari wajah Allah subhanahu wa ta’ala, dan semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan.
Akan tetapi hendaknya berhati-hati dan teliti. Tidak menerjemahkan kitab-kitab salaf yang di sana ada kekeliruan, seperti Ar Risalah Al Wafiah yang ditulis oleh Abu Amr Ad Dani. Kecuali kalau di sana (dalam buku terjemahan) ditulis peringatan-peringatan penting (berkaitan dengan kesalahan di dalam kitab).
Contoh lain Lum’atul I’tiqod, di dalamnya ada hal-hal yang perlu diperingatkan. Kalau menerjemahkannya, hendaknya dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyelisihan (terhadap aqidah salaf) dalam masalah tafwidh (menyerahkan makna sifat-sifat Allah kepada-Nya dan mengatakan bahwa manusia tidak memahaminya, paham tafwidh ini menyelisihi aqidah salaf, pent).
Contoh lain lagi At Thohawiyah, kalau menerjemahkannya, hendaknya disertai peringatan-peringatan dari Asy Syaikh Ibn Baaz rahimahullah dan tidak menerjemahkan semuanya atau membiarkan begitu saja tanpa peringatan (terhadap kesalahan di dalamnya).
Hendaknya penerjemah betul-betul memperhatikan hal-hal yang bermanfaat bagi muslimin.
Kita bergembira dengan penerjemahan Kitab At Tauhid yang ditulis Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Dan penerjemah memiliki kemampuan dalam menjelaskan hadits-hadits dho’if kepada masyarakat. Ini patut disyukuri. Penerjemah menyertakan perkataan para imam secara singkat dengan berhati-hati dan teliti dengan benar-benar meyakinkan tentang kelemahannya (hadits). Kemudian menulis di depannya dho’if, shohih atau hasan dalam bahasa mereka. Hal ini merupakan kesempurnaan penghormatan atau perhatian terhadap sebuah kitab.
Tidak boleh menambah perkataan seorang imam dan menguranginya. Adapun meringkas perkataan, harus dengan berhati-hati dalam menguranginya. Adapun menambahinya tidaklah dibenarkan. Ini adalah dalam rangka nasihat untuk kaum muslimin. Dan alhamdulillah, kitab-kitab sunnah telah mendapatkan perhatian penuh.
Bertanya salah seorang tholibul ilmi, “Apakah ayat Al Qur’an diterjemahkan?”
Asy Syaikh menjawab: Tidak diterjemahkan ayat (secara harfiah) tetapi diterjemahkan maknanya. Karena penerjemahan ayat secara harfiah berarti memindahkan Al Qur’an ke dalam bahasa selain bahasa arab. Padahal Allah berfirman (berkaitan dengan Al Qur’an):
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Dengan bahasa arab yang fasih.” (As Syu’aro’: 195)
Saya memandang, bahwa seorang penerjemah perlu mempelajari bahasa arab, ilmu hadits, dan mempelajari hal-hal yang bisa menambah pemahaman, dan kefaqihan dan juga mempelajari tafsir. Lebih-lebih belajar kepada orang yang mampu menentukan pendapat yang benar atau kuat dalam masalah tafsir atau yang lainnya (ketika ada khilaf) sehingga hasil terjemahannya benar-benar bermanfaat. Dan seyogyanya seorang penerjemah benar-benar mampu (dalam keilmuan).
Berkata seseorang : Apakah jual beli kitab-kitab yang di terjemahkan oleh Ahlul Bid’ah dibolehkan?”
Jawab : Alhamdulillah, Ahlu Sunnah banyak yang menerjemahkan (kitab salaf berbahasa arab). Mereka menerjemahkan sendiri, menyebarkannya dan tidak membutuhkan terjemahan ahlul bid’ah. Kita tidak mempropagandakan terjemahan mereka. Karena terkadang mereka menyelipkan kata-kata yang kita tidak ketahui. Dan kita tidak merasa aman dari mereka-mereka para penipu dari ahlul ahwa’.

Semoga bermanfaat,
Baca Artikel menarik lainnya di -> http://nisrina.co.id/blog/
Nisrina Peduli Wanita!



Terjemahan Al – Quran Dalam Bahasa Luganda

Assalamualaikum Sahabat Nisrina
Terjemahan Al – Quran Dalam Bahasa Luganda


al - quran



Jemaat Ahmadiyah dengan bangga kembali, mempersembahkan terjemah Kitab suci Al Quran dalam bahasa Luganda untuk masyarakat Uganda. Pada permulaan tahun 1960’an, Zakaria Kazito Bulwadda mulai menerjemahkan Kitab Suci Al Quran ke dalam bahasa Luganda. Terjemahan lengkap mulai diterbitkan tahun 1974. Beberapa tahun kemudian Sulaiman Mwanje Sahib dan Maulana Jalaluddin Qamaq Sahid serta para Mubaligh lainnya membantu pekerjaan mulia ini. Edisi kedua terjemahan ini kemudian terbit pada tahun 1984.
Selanjutny, Sheikh Ismail Malagala, Sheikh Muhammad Ali Kaire dan Sheikh Yusuf Ali berangkat ke Rabwah, Pakistan, untuk menyelesaikan revisi ketiga terjemahan dalam bahasa Luganda ini. Hasil revisi tersebut akhirnya diterbitkan pada tahun 2008 di Inggris.
Edisi revisi ini memiliki tiga fitur batu, pertama ada indeks yang komprehensif, kedua, ada skrip Yassarnal Quran dalam bahasa Arab dan ketiga kertas serta hasil cetak yang jauh lebih baik.
Peluncuran terjemah Al Quran dalam bahasa Liganda ini dihadiri oleh dua orang menteri Negara serta tiga orang anggota parlemen Ugaanda.
Yang Mulia Rukiyah Nakadema, menteri Urusan Gender di Uganda menyampaikan ucapan selamat kepada Hadhrat Khalifatul Masih V atba dan Amir Jemaat Ahmadiyah Uganda atas upaya gemilang Jemaat Ahmadiyah dalam mengusahakan agar masyarakat luas dapat mempelajari Al Quran melalui terjemahan ini dan beliau selanjutnya menghimbau agar seluruh dunia membaca pesan-pesan yang dibawa Al Quran.
Kantor Berita Uganda pun mengudarakan program berdurasi 30 menit membahas terjemahan ini dan acara tersebut disiarkan keseluruh diwilayag negara Uganda.( Amatou, Darsus IV, nomor 2, Pebruari 2009 )

Semoga bermanfaat,
Baca Artikel menarik lainnya di -> http://nisrina.co.id/blog/

Nisrina Peduli Wanita!


Solusi Bagi Wanita Haid Agar Dapat Membaca Al - Quran

Assalamualaikum Sahabat Nisrina
Solusi Bagi Wanita Haid Agar Dapat Membaca Al - Quran

Solusi Bagi Wanita Haid Agar Dapat Membaca Al - Quran

Bulan Ramadhan adalah kesempatan yang baik untuk membaca Al Quran. Berikut ada solusi yang baik untuk para wanita yang sedang haid agar tetap dapat membaca Al-Qur’an ketika bulan Ramadhan :
1.       Membaca mushaf saat haid namun tidak menyentuh secara langsung
Membaca masih dibolehkan bagi wanita yang berhadats. Yang tidak dibolehkan adalah menyentuh langsung saat berhadats, sehingga gunakan kain atau sarung tangan.
Dalil yang menunjukkan larangan untuk menyentuhnya :
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan” (QS. Al Waqi’ah: 79)
2.       Membaca Al Quran terjemahan
Disebut dengan mushaf bila seluruhnya berisi ayat Al Quran tanpa ada terjemahan. Namun, bila yang dibaca adalah Al Quran terjemahan maka itu tidak termasuk mushaf.

Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ mengatakan, “Jika kitab tafsir tersebut lebih banyak kajian tafsirnya daripada ayat Al Qur’an sebagaimana umumnya kitab tafsir semacam itu, maka di sini ada beberapa pendapat ulama. Namun yang lebih tepat, kitab tafsir semacam itu tidak mengapa disentuh karena tidak disebut mushaf.”


Semoga bermanfaat,
Baca Artikel menarik lainnya di -> http://nisrina.co.id/blog/

Nisrina Peduli Wanita!

Jadikan Sabar Dan Shalat Sebagai Penolongmu!

Assalamualaikum Sahabat Nisrina
Jadikan Sabar Dan Shalat Sebagai Penolongmu!


Sabar dan Shalat

Mohon simak baik-baik terjemahan Al Baqarah 155-157 ini:
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa (kematian) dan buah-buahan. dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
“Wabasyir”, artinya berikanlah kabar gembira! Inilah alasan yang syah, mengapa jika ada orang yang meninggal kita ucapkan “Turut berbahagia”
Kabar gembira ini khusus bagi orang-orang yang menghadapi musibah dengan sabar. Menurut ayat tersebut, orang yang sabar adalah orang yang bila ditimpa musibah dia menyadari bahwa semua milik Allah, dan semua akan kembali kepadaNya.
Selanjutnya, ayat tersebut juga menjelaskan bahwa orang yang sabar dalam menghadapi musibah, akan mendapatkan 3 keuntungan besar yaitu:
– Berkah
– Rahmat
– Petunjuk
Bahkan, dalam ayat sebelumnya (Al Baqarah 153) Allah menjelaskan:
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Dengan demikian, orang yang sabar juga akan mendapatkan 2 keuntungan lainnya:
– Mendapat pertolongan dari Allah, dan
– Allah menyertainya
Mengingat betapa agung ganjaran bagi orang-orang yang sabar, maka pantaslah kalau kita ucapkan “Turut bergembira” kepada mereka yang ditimpa musibah. Karena mereka sedang memiliki peluang untuk mendapatkan ganjaran agung tersebut.
Hadirin yang dirahmati Allah…
Konsep sabar menurut ayat di atas adalah “Meniadakan Diri” atau “Menyerahkan Diri.” Sebab semuanya milik Allah (innaa lillaahi)
Kalau kita perhatikan, di dalam shalat sebenarnya ada sarana untuk mengasah kesabaran tersebut, yaitu:

1. Saat membaca doa iftitah
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah”
Dengan bahasa lain: innaa lillaahi (semuanya milik Allah)

2. Saat i’tidal
“Ya Tuhan kami, bagimu segala puji sepenuh langit dan bumi…”
Dengan bahasa lain: innaa lillaahi (semuanya milik Allah)

Semoga bermanfaat,
Baca Artikel menarik lainnya di -> http://nisrina.co.id/blog/
Nisrina Peduli Wanita!

Selasa, 08 Maret 2016

Baitul Hikmah, Mengadabkan Dunia Timur Dan Barat Dengan Buku

Assalamualaikum Sahabat Nisrina
Baitul Hikmah, Mengadabkan Dunia Timur Dan Barat Dengan Buku

Baitul Hikmah

Baitul Hikmah merupakan perpustakaan terbesar yang pernah dimiliki umat Islam  di Baghdad. Dibangun oleh Khalifah Harun al-Rasyid pada abad IX M yang kemudian diteruskan oleh puteranya Al- Makmun. Perpustakaan ini tidak hanya mengoleksi buku, tapi juga berfungsi sebagai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting.
Peran vitalnya, mampu mendorong aktivitas intelektual hingga kemudian mengangkat Daulah Abbasiyah menapaki kejayaannya. Perpustakaan ini  dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan semasa zaman kegemilangan Islam.
Kampanye Penerjemahan
Dalam catatan sejarah, perpustakaan itu mengoleksi sekitar 2 juta jilid buku. Jumlah yang cukup fantastis pada masa itu. Kegiatan penting dalam Baitul Hikmah adalah penerjemahan karya-karya asing. Baitul Hikmah pada mulanya hanya berminat untuk menterjemah hasil kerja orang Parsi, bermula dari bahasa Pahlavi, kemudian Syriak dan seterusnya dari bahasa Yunani. Oleh itu banyak terjemahan dilakukan dalam bidang astrologimatematikpertanianperobatan dan filsafat.
Dalam sejarah peradaban Islam, kekhalifahan Abbasiyah merupakan kekhalifahan yang banyak melahirkan ilmuan dan menghasilkan temuan-temuan ilmiah. Faktor utama yang mengangkat era keemasan Abbasiyah salah satunya adalah penerjemahan buku-buku dan penelitian manuskrip di perpustakaan Baitul Hikmah.
Puncak aktifitas penerjemahan itu pada masa Khalifah al-Ma’mun. Pada masa itu, Baitul Hikmah berada di bawah seorang penyajak dan ahli astrologi Sahl ibn-Harun. Sarjana lain yang dikaitkan dengan perpustakaan tersebut adalah al-Khawarizmial-KindiMohamed Jafar ibn Musa dan Ahmad ibn MusaHunayn ibn Ishaq ditugaskan dalam kerja menterjemah oleh Khalifah dan di antara penerjemah terkenal pada masa itu adalah Thabit ibn Qurra. Terjemahan pada masa itu sangat bermutu tetapi di kemudian hari penekanan terhadap terjemahan menurun karena idea baru menjadi lebih penting.
Thabit ibn Qurra menerjemahkan tulisan-tulisan baik dari bahasa Syiria, Yunani ke bahasa Arab. Ia menerjemahkan buku-buku Aristoteles, Archimides, Apollonius, Hero, Ptolomeus dan lain-lain. Selain menerjemhakan, di Baitul Hikmah ia dibayar khalifah untuk menulis buku-buku sains.  Hingga kini menurut catatan John Freely, delapan puluh manuskrip dari buku-buku Thabit masih ada, termasuk 30 buku astronomi, 29 buku matematika, 4 buku sejarah, 3 buku mekanika, 3 buku geografi, 2 buku filsafat, 2 buku kedokteran, 2 buku mineralologi, 2 buku tentang music, 1 buku filsafat, 1 buku zoologi dan satu buku tasawwuf.
Buku asli karya Thabit di bidang matematika, fisika, astronomi dan pengobatan yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin sangat berpengaruh di Eropa. Roger Bacon memandang Thabit merupakan filsuf paling handal di Baitul Hikmah. Bukunya bahkan dijadikan acuan oleh Copernicus dalam teori pengukuran tahun dan hari.
Tokoh penting lainnya  dalam gerakan kampanye penerjemahan adalah Qusta ibn Luqa yang Heliopolis Syiria. Ia dibayar sang Khalifah untuk menerjemahkan buku-buku berhasa Yunani. Ia beragama Kristen Syria yang fasih berbahasa Arab dan Yunani. Terjemahannnya terhadap bukuArithmetica karya Diophantus dinilai vital dalam mempertahankan karya tersebut karena versi aslinya yang berbahasa Yunani telah hilang. Hasil terjemahan lainnya adalah buku tentang kedokteran; On Isnomnia, On Sleep and Dreams, On Length and Shortnes of Life, On the Diversities of the Character of Men.

Menara Ilmu
Setelah proyek penerjemahan dirasa cukup, pemerintahan Abbasiyah kemudian mempekejakan ilmuan-ilmuan dari berbagai disiplin untuk meriset buku dan hasil terjemahan. Fungsi Baitul Hikmah bertambah. Ia tidak sekedar sebagai pusat penerjemahan buku-buku, akan tetapi menjadi lembaga penelitian, observatorium, tempat melakukan eksperimen sains, tempat berdiskusi pada mahasiswa dan bahkan menjadi tempat kuliah para mahasiswa dari berbagai penjuru negeri. Ketika kegiatan ilmiah semakin marak, di Baitul Hikmah dibangun asrama untuk menginap para mahasiswa dari luar negeri yang belajar di sana.
Para mahasiswa dan akademisi pada masa itu tersedot ke Kota Baghdad. Ini juga memberi peluang bisnis. Para pedagang, seniman, buruh dari penjuru negeri memenuhi daerah di sekitar Baitul Hikmah. Para cendekiawan yang datang ke Baghdad membawa serta ide-ide, ramuan disiplin ilmu dari negeri asalnya, kemudian dikembangkan di Baitul Hikmah hingga menjadi ilmu yang matang. Kondisi tradisi inilah yang memicu bangkitnya pencerahan Islam. Baghadad seakan menjadi menara ilmu sedunia.
Dari sini, terjadi ‘perkawinan’ ilmu pengetahuan. Ilmu para cendekiawan muslim bertemu dengan ilmu-ilmu dari Yunani. ‘Perkawinan’ ilmu ini tidak pernah terjadi sebelumnya oleh tradisi Kristen. Ada semacam ketakutan dari para ilmuan Kristen untuk membaca karya-karya Yunani. Ilmuan Kristen khawatir terpengaruh oleh filsafat Yunani.
Akan tetapi itu tidak terjadi dalam tradisi para ilmuan Islam. Para ilmuan Baitul Hikmah mengadapsi (atau Islamisasi) terhadap ilmu-ilmu asing. Konsep-konsep yang tidak Islami, dibuang dan diganti dengan filosofi Islam. Hasil karya adaptasi inilah yang kemudian diboyong oleh ilmuan Barat modern pada abad ke-15 untuk dikembangkan.
Dari hasil kajian yang sangat marak di Baitul Hikmah, khalifah kemudian mendirikan lembaga penerbitan. Hasil-hasil riset para guru besar dan ulama dibubukan. Berat bukunya ditimbang dengan emas oleh khalifah kemudian hasilnya diberikan kepada penulisnya sebagai tanda jasa. Baitul Hikmah yang telah menjadi pusat studi sedunia itu menurut catatan sejarah tidak kalah dengan Academia pada masa Yunani kuno.
Sistem madrasah juga lahir dan matang di Baitul Hikmah. Cikal bakal Madrasah Nizamiyah –dimana Imam al-Ghazali pernah menjadi guru Besar di situ– berasal dari Baitul Hikmah. Dari Baitul Hikmah ini lahir pakar ilmu dari berbagai bidang. Di antaranya; ahli fikih seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad. Dalam bidang teologi dan filsafat di antaranya, al-Kindi, Ibn Sina, al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Ibn Maskawih dan lain-lain. Sehingga sinar keilmuannya dikenal oleh para peneliti di barat.  

Semoga bermanfaat,
Baca Artikel menarik lainnya di -> http://nisrina.co.id/blog/

Nisrina Peduli Wanita!